Laman

Kisah Islami | Keutamaan Bersedekah Dengan Ikhlas



Malam itu bulan bersinar terang di langit, dan bintang bintang bertaburan. Subhanallah, alangkah indahnya. Seorang lelaki, sebut saja namanya “Abu Musa” telah keluar dari rumahnya. Dulu, Abu Musa dikenal gemar maksiat dan melakukan perbuatan yang dilarang agama. Namun, kini dia telah sadar/insyaf dan sudah bertobat. Sekarang, dia rajin shalat berjamaah di masjid. Dia juga tidak merasa malu untuk ikut mengaji dan belajar membaca Al Quran, bersama anak anak yang jauh lebih muda usianya.


.....

Malam itu, setelah mendengar penjelasan dari Gurunya yang merupakan Guru Sufi terkenal yang membahas tentang keutamaan sedekah, hati Abu Musa mulai tergerak. Guru Sufi tersebut menjelaskan, jika seseorang memiliki uang seribu dirham dan ia menyedekahkan tiga ratus dirham, maka yang tiga ratus dirham itulah yang akan kekal dan dapat dinikmati orang yang bersedekah di akhirat kelak. Sedangkan yang tujuh ratus dirham tidak membuahkan apa apa.

Bahkan, uang tiga puluh dirham yang disedekahkan, akan dilipatgandakan oleh Allah sebanyak tujuh ratus kali. Sedekah juga membuat harta dan rezeki yang ada menjadi penuh berkah.

Selama ini, Abu Musa dikenal kaya dan kikir. Namun, sejak ia insyaf dan bertobat, dia telah berniat akan mengorbankan segala yang dimilikinya untuk memperoleh ridha Allah SWT. Sebagian hartanya telah dia rencanakan untuk disedekahkan dan diinfakkan di jalan Allah SWT.

Dia mengarahkan langkahnya menuju ke suatu rumah, dimana sebelumnya dia telah menyiapkan kantong berisi seratus dirham untuk disedekahkan. Begitu sampai di rumah yang ditujunya, dia mengetuk pintu. Seorang lelaki kekar berkumis tebal muncul dari dalam rumah. Setelah mengucapkan salam, dia memberikan kantong itu pada pemilik rumah, lalu mohon pamit. Kejadian itu ternyata diketahui oleh beberapa orang tetangga rumah tersebut.

Pagi harinya, orang orang di pasar ramai membicarakan apa yang dilakukan Abu Musa tadi malam. Dua orang yang melihat Abu Musa bersedekah berkata dengan nada mengejek, “Dasar orang tidak tahu Agama, sedekah saja keliru, masak sedekah kok kepada seorang pencuri dan perampok. Kalau mau sedekah itu, ya harusnya kepada orang yang baik baik!”

Obrolan orang di pasar itu sampai juga ke telinga Abu Musa, ia hanya berkata dalam hati, “Alhamdullilah, segala puji bagi-Mu ya Rabb, sedekah saya telah jatuh ke tangan seorang pencuri, semoga Engkau meridhai dan menerima sedekahku!”.

Hari berikutnya, ketika malam tiba, dia kembali keluar rumah. Dia ingin kernbali bersedekah. Sama seperti malam sebelumnya, dia menyiapkan uang seratus dirham. Kali ini, dia memilih sebuah rumah di pinggir kota. Dia mengetuk pintu rumah itu, kemudian seorang wanita membukakan pintu. Dia langsung menyerahkan sedekahnya pada perempuan itu lalu pulang.

Pagi harinya, pasar kembali ribut. Ternyata, ada orang yang mengetahui perbuatannya tadi malam. Orang itu bercerita sinis, “Memang, Abu Musa itu tidak jelas. Rajin pergi ke mesjid, tetapi memberi sedekah saja masih salah. Kemarin malam, dia memberi sedekah kepada seorang pencuri. Lha, tadi malam, dia memberi sedekah kepada seorang pelacur!”

Perbincangan orang di pasar itu sampai juga ke telinganya. Abu Musa hanya berkata lirih, “Alhamdullilah, segala puji bagi-Mu ya Rabb, sedekah saya telah jatuh ke tangan seorang pelacur, semoga Engkau meridhai dan menerima sedekahku!”.

Malam harinya, Abu Musa kembali keluar rumah untuk bersedekah. Dia memilih rumah yang ada di dekat pasar. Setelah mengantarkan sedekahnya yang juga berjumlah seratus dirham, dia pulang. Kali ini Abu Musa berharap, dia tidak keliru memberikan sedekahnya. Pagi harinya, pasar lebih ribut dari sebelum nya. Seorang penjual daging berkata, “Nggak tahulah! Abu Musa itu memang aneh. Mau sedekah saja kok kepada orang kaya. Padahal, orang yang miskin dan memerlukan uang untuk makan, masih banyak dan ada di mana mana!”

Ternyata, rumah yang didatangi Abu Musa dan diberi sedekah tadi malam adalah rumah orang kaya. Mendengar berita dan omongan yang ada di pasar tentang kekeliruannya memberikan sedekah ia berkata, ““Alhamdullilah, segala puji bagi-Mu ya Rabb, sedekah saya telah jatuh ke tangan seorang pencuri, pelacur, dan orang kaya, semoga Engkau meridhai dan menerima sedekahku!”.!”

Malam harinya, Abu Musa shalat tahajud dan wirid malam, lalu ia ketiduran di atas sajadah. Dalam tidurnya dia bermimpi didatangi oleh seseorang yang memberi kabar kepadanya, “Abu Musa, ketahuilah sedekahmu kepada pencuri, telah membuat pencuri yang melakukan pencurian karena kemiskinannya itu insyaf dan bertobat kepada Allah, sehingga dia kini tidak mencuri lagi. Sedekahmu padanya menyadarkannya bahwa masih banyak orang yang peduli padanya. Sementara sedekahmu kepada pelacur, dimana ia melakukan perbuatan yang keji karena kemiskinannya, setelah menerima sedekah tersebut, ia berhenti dari perbuatan dosanya, dan ia telah bertobat dan tidak berzina lagi, dan sedekahmu kepada orang kaya, menjadikan orang kaya tersebut sadar dan merasa malu. Dengan menerima sedekah tersebut, ia telah mendapat pelajaran dan telah timbul perasaan di dalam hatinya bahwa dirinya lebih kaya daripada okamu yang memberikan sedekah tersebut. Ia berniat ingin memberikan sedekah lebih banyak dari sedekah yang baru saja ia terima. Kemudian, orang kaya itu mendapat taufik untuk bersedekah. Ia ingin meniru langkahmu, bersedekah dengan ikhlas. Wahai Abu Musa, ketahuilah, sedekahmu yang ikhlas itu telah diridhoi dan diterima oleh Allah SWT.”

Setelah itu Abu Musa semakin khusyuk beribadah dan banyak mengerjakan kebajikan, termasuk dalam bersedekah. Dia sadar bahwa yang paling penting dalam ibadah adalah niat karena Allah semata. Bukan sekadar mengikuti perkataan orang banyak.

Hanya Allah-lah yang berhak menilai, diterima atau tidaknya amal ibadah seseorang.

Dari kisah tersebut di atas, yang belum saya temukan sumber otentiknya, dimana ada yang mengatakan bahwa kisah itu bersumber Abu Hurairah dan ditemukan antara lain dalam Kitab Hadist “Kanzul Ummal”.

Dari (hadist) kisah di atas dapat diketahui bahwa jika seseorang menyedekahkan hartanya dengan ikhlas, lalu tanpa disadari sedekahnya itu telah sampai kepada penerima yang tidak patut menerimanya, maka Allah swt. tetap menerimanya. Jadi, tidak perlu berkecil hati jika mengalami kejadian seperti di atas. Tanggung jawab manusia adalah menjaga keikhlasan niat, karena masalah yang sebenarnya adalah keinginan dan perbuatan. Dan keutamaan orang yang membelanjakan hartanya juga telah jelas, bahwa dengan segala jerih payahnya, ketika sedekah seseorang diterima oleh orang yang tidak semestinya menerima sedekahnya, hatinya tidak terkotori untuk meninggalkan bersedekah. Bahkan, ia terus berusaha hingga kedua dan ketiga kalinya untuk memberikan sedekahnya kepada orang yang berhak menerimanya. Dari kisah tersebut dapat diketahui keutamaan orang saleh yang ikhlas dan baik niatnya. Dengan keberkahannya, ketiga sedekah tersebut diterima oleh Allah swt., dan berita gembira tentang terkabulnya sedekahnya tampak dalam mimpi.

Menurut Ibnu HajarAsykaulani ra. berkata bahwa apabila sedekah tidak ditunaikan kepada orang yang layak menerimanya, maka memberikannya untuk yang kedua kalinya lebih mustahab (dianjurkan). Hendaknya tidak merasa kesal dalam bersedekah untuk kedua kalinya, sebagaimana diriwayatkan dari sebagian ulama yang mengatakan, meskipun pelayanan seseorang tidak diterima, hendaknya pelayanan yang kedua tetap diteruskan.

Dari hadits tersebut juga, kita dapat mengetahui bahwa Allah swt. pasti akan memberi balasan yang baik karena niat baik seseorang. Karena orang yang memberikan sedekah tersebut berniat semata-mata untuk mencari ridha Allah swt. (yaitu bersedekah secara sembunyi-sembunyi pada malam hari). Maka Allah swt. menerimanya, dan sedekah tersebut tidak ditolak hanya karena telah diberikan kepada penerima yang tidak layak menerimanya.

Semoga Bermanfaat!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar