Laman

Sejarah Nabi Muhammad | Kemuliaan-Kemuliaan Baginda Rasulullah SAW


Bismillahir-Rahmaanir-Rahim

Alasan Mengapa Nabi Muhammad Mempunyai Kedudukan Yang Tinggi?

Salah satu jawabannya adalah karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah yang paling berat ujiannya dan yang paling sabar.

Dari Mus'ab dari Sa'ad dari bapaknya berkata, aku berkata
"Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya?" Kata beliau: "Para Nabi, kemudian yang semisal mereka dan yang semisal mereka. Dan seseorang diuji sesuai dengan kadar dien (keimanannya). Apabila diennya kokoh, maka berat pula ujian yang dirasakannya; kalau diennya lemah, dia diuji sesuai dengan kadar diennya.....


Dan seseorang akan senantiasa ditimpa ujian demi ujian hingga dia dilepaskan berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak mempunyai dosa." (HR. At-Tirmidzi no.2398, dishahihkan oleh syaikh Al-Albani)

Mari kita tinjau ujian dan kesabaran Rasulullah SAW, mungkin kita tidak membandingkannya dulu dengan manusia biasa seperti ulama dan orang sholih atau para sahabat.ra tetapi kita bandingkan dengan sesama para nabi 'as . Sehingga beliau mendapatkan kedudukan lebih diatas para nabi yang lain.

Pertama: Ketika Nabi Sulaiman 'as berdoa dan memohon meminta diberi kerajaan:

"Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pemberi." (QS. Shad: 38)

Maka Rasulullah shallallahu.SAW hidup sederhana sebagai hamba ketika ditawarkan kerajaan, hal ini agar menjadi contoh bagi semesta alam bahwa beliau tidak punya urusan yang banyak di dunia.

"Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma menceritakan bahwa Allah pernah mengutus salah satu malaikat bersama malaikat Jibril 'alaihissalam kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. kemudian malaikat tersebut berkata, "Sesungguhnya Allah 'Azza wa jalla memberikan pilihan bagimu (Muhammad), apakah engkau mau menjadi sebagai seorang hamba dan Nabi, ataukah engkau mau menjadi sebagai seorang nabi dan raja?".

Lantas Rasulullah SAW menoleh kepada Jibril seolah-olah meminta pendapat beliau, maka Jibril memberi isyarat kepada Nabi agar beliau tawadhu. Kemudian rasulullah SAW berkata, "Aku ingin menjadi sebagai seorang nabi dan hamba". (Mu'jam Kabir litthabrani no.10686, tahqiq Hamdi bin Abdul majid As-Salafi, Mu'jam Al-Aushoth no. 6937 dan Az-Zuhdi Al-Kabir lilbaihaqi no. 447)

Kedua : Ketika Nabi Nuh 'as berdakwah kepada kaumnya dan tidak ada yang mau beriman kecuali sedikit sekali, maka nabi Nuh'as berdoa agar semua orang kafir tersebut dimusnahkan seluruhnya dari muka bumi dengan banjir besar:

Nuh berkata : "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal,niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma'siat lagi sangat kafir.' (QS. Nuh: 26-27)

Ketika Rasulullah SAW berdakwah ke Thoif sekaligus meminta perlindungan. Kemudian mereka menolak bahkan mengejek dan mencaci maki Rasulullah SAW, mengusir melempar dengan batu sampai tubuh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia sampai berdarah-darah. Akan tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam malahan mendoakan mereka …

"Bahkan aku berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah semata, tidak disekutukanNya dengan apa pun" (HR. Bukhari no. 3231)

Begitu juga ketika Nabi Yunus 'as salam berdakwah kepada kaumnya dan kemudian menolaknya, maka beliau terlalu cepat meninggalkan kaumnya dan akhirnya beliau masuk ke perut ikan.

"Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdo'a sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya).

Kalau sekiranya ia tidak segera mendapat nikmat dari Tuhannya, benar-benar ia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela. Lalu Tuhannya memilihnya dan menjadikannya termasuk orang-orang yang saleh". (QS. Al Qolam: 48-50)

Ketiga: Ketika Nabi Ayyub as menghadapi nusyuz [ketidakpatuhan] istrinya, maka beliau bersumpah akan memukulnya 100 kali, kemudian Allah Ta'ala dalam Al-Quran memberikan jalan keluar agar beliau tidak membatalkan sumpah dan tidak juga menyakiti istrinya.

"Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat ta'at (kepada Tuhan-nya) ." (QS. Shaad: 44)

Ketika semua istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam nusyuz [tidak patuh], maka beliau tidak langsung marah, langsung main pukul ataupun langsung mengancam cerai. Tetapi beliau menjauhi semua istrinya selama sebulan. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengalah dengan tinggal dikandang unta atau di riwayat lain di dalam sebuah kamar yang disebut khazanah tidak dengan mengusir mereka dari rumah beliau.

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjauhi istri istrinya selama sebulan." (HR. Muslim II/763 no 1084 dari Jabir bin Abdillah)

Beliau SAW menjauhi sebulan agar para istri tersebut bisa berpikir jernih tentang apa akibat yang mereka perbuat. Kemudian Allah subhanahu wa ta'ala menurunkan ayat,

"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, jika kalian menghendaki kehidupan dunia dan segala perhiasannya,maka kemarilah, aku akan memenuhi keinginanmu itu dan aku akan menceraikanmu secara baik-baik. Dan jika kalian menginginkan (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di kampung akhirat, sesungguhnya Allah akan menyediakan bagi hamba hamba yang baik di antara kalian pahala yang besar." (QS. Al Ahzab: 28)

Keempat: Ketika Nabi Musa 'as pulang dari bukit Thursina dan mendapati kaumnya membuat sesembahan sapi betina. Sedangkan saat itu Nabi Harun 'alaihissalam yang merupakan teman seperjuangan nabi Musa bersama mereka.

Maka Nabi Musa langsung marah (karena Allah) kepada Nabi Harun 'as, kemudian melempar kitab suci Taurat dan menarik Nabi Harun 'alaihissalam, baru kemudian nabi Harun 'alaihissalam menyampaikan udzur/alasan, Al-Quran menceritakan,

"Berkata Musa: "Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?".

Harun menjawab: "Hai putra ibuku janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan. berkata (kepadaku): "Kamu telah memecah antara Bani Israel dan kamu tidak memelihara amanatku" (QS. Thaha : 92-94).

Dan di surat yang lain, …

Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu?

Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: "Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim". (QS. Al A'raf: 150)

Maka ketika salah seorang teman seperjuangan beliau (sahabat) melakukan pembocoran rahasia penyerangan ke Mekkah kepada orang kafir di Mekkah. Ini adalah pengkhianatan besar, akan tetapi Beliau memaafkannya karena sahabat tersebut punya 'uzdur/alasan. Sahabat tersebut adalah Hatib bin Balta'ah radhiallahu 'anhu.

Ketika Umar bin Al Khattab radhiallahu 'anhu menawarkan diri,

"Wahai Rasulullah, biarkan aku memenggal lehernya, karena dia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta bersikap munafik."

Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam dgn bijak menjawab,

"Sesungguhnya Hatib pernah ikut perang Badar… (Allah berfirman tentang pasukan Badar): Berbuatlah sesuka kalian, karena kalian telah Saya ampuni."

Umar pun kemudian menangis, sambil mengatakan, "Allah dan rasulNya lebih mengetahui."

Kisah Hatib bin Balta'ah radhiallahu 'anhu diabadikan dalam Al-Quran:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan musuhKu dan musuhmu sebagai teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah…." (QS. Al Mumtahanah: 1]
Demikianlah perbandingan Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam dengan para Nabi yang lain. Perlu diingat, ini bukan berarti nabi yang lain tidak sabar dan tidak berat ujiannya.

Lihatlah bagaimana kisah cobaan berat nabi Ayyub 'alaihissalam, kisah perjuangan berat dan panjang nabi Musa 'alaihis salam melawan Fir'aun dan kerasnya hati bani Israil, kisah kesabaran nabi Sulaiman yang tidak menggunakan kerajaannya untuk berlaku zhalim dan foya-foya.

Setelah mengetahui perbandingan ini perlukah kita membandingkan Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam dengan sahabat, para ulama dan orang-orang shalih? Atau membandingkan dengan ujian dan cobaan serta kesabaran kita yang sedikit saja terkena ujian langsung berkeluh kesah?

Kemudian bentuk ujian dan cobaan lebih berat Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam yang lain:

- Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam jika demam, maka jika sakit, beratnya dua kali lipat:

Dari Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhu dia berkata: Aku pernah menjenguk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika sakit, sepertinya beliau sedang merasakan rasa sakit yang parah. Maka aku berkata:

"Sepertinya anda sedang merasakan rasa sakit yang amat berat", Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "iya benar, aku sakit sebagimana rasa sakit dua orang kalian [dua kali lipat]", aku berkata, "oleh karena itukah anda mendapatkan pahala dua kali lipat." Beliau menjawab, "Benar, karena hal itu". (HR. Al-Bukhari no. 5648 dan Muslim no. 2571)

- Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam harus menanggung sembilan istri. Lho bukannya enak istri banyak? Silahkan tanya kepada meraka yang mempunyai hanya dua istri, bagaimana repot dan susahnya mengurus mereka dengan penuh keadilan dan tanggung jawab.

Bagaimana membagi waktu, membagi perasaan. Terkadang bagi yang punya satu istri saja terkadang kelabakan mengurus dan mendidik satu istri terutama ketika "bengkoknya" datang atau sedang sensitif karena haidh.

Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam ikhlas menjalankan takdirnya, menikah pertama kali dengan janda sebagai suami ketiga, dan beberapa istrinya telah bersuami dua kali sebelumnya.

Mampukah kita demikian?,melawan rasa cemburu dengan suami-suami sebelumnya? Dan sebagian istri beliau ketika menikah berumur di atas 40 tahun. Mampukah kita demikian, maukah kita menikah dengan wanita berumur ..?

Semoga kita dapat mengambil pengetahuan yang bermanfaat dan bernilai ibadah ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar