Setiap kali ada teman yang mau menikah, saya selalu
mengajukan pertanyaan yang sama. Kenapa kamu memilih dia sebagai
suamimu/istrimu ?
Jawabannya sangat beragam. Dari mulai jawaban karena
Allah hingga jawaban duniawi (cakep atau tajir, manusiawi lah). Tapi ada satu
jawaban yang sangat berkesan di hati saya. Hingga detik ini saya masih ingat
setiap detail percakapannya. Jawaban salah seorang teman yang baru saja
menikah. Proses menuju pernikahannya sungguh ajaib. Mereka hanya berkenalan 2
bulan. Lalu memutuskan menikah. Persiapan pernikahan hanya dilakukan dalam
waktu sebulan saja. Kalau dia seorang akhwat, saya tidak akan heran. Proses
pernikahan seperti ini sudah lazim.
Dia bukanlah akhwat, sama seperti saya. Satu hal yang
pasti, dia tipe wanita yang sangat berhati-hati dalam memilih suami. Trauma
dikhianati lelaki membuat dirinya sulit untuk membuka diri. Ketika dia
memberitahu akan menikah, saya tidak menanggapi dengan serius. Mereka berdua
baru kenal sebulan. Tapi saya berdoa, semoga ucapannya menjadi kenyataan. Saya
tidak ingin melihatnya menangis lagi....
Sebulan kemudian dia menemui saya. Dia menyebutkan
tanggal pernikahannya. Serta memohon saya untuk cuti, agar bisa menemaninya
selama proses pernikahan. Begitu banyak pertanyaan dikepala saya.
Asli. Saya pengin tau, kenapa dia begitu mudahnya
menerima lelaki itu. Ada apakan gerangan? Tentu suatu hal yang istimewa. Hingga
dia bisa memutuskan menikah secepat ini. Tapi sayang, saya sedang sibuk sekali
waktu itu (sok sibuk sih aslinya). Saya tidak bisa membantunya mempersiapkan
pernikahan. Beberapa kali dia telfon saya untuk meminta pendapat tentang
beberapa hal. Beberapa kali saya telpon dia untuk menanyakan perkembangan
persiapan pernikahannya. That's all. Kita tenggelam dalam kesibukan
masing-masing.
Saya menggambil cuti sejak H-2 pernikahannya. Selama
cuti itu saya memutuskan untuk menginap dirumahnya. Jam 11 malam, H-1 kita baru
bisa ngobrol -hanya- berdua di taman rumahnya. Hiruk pikuk persiapan akad nikah
besok pagi, sungguh membelenggu kita. Padahal rencananya kita ingin ngobrol
tentang banyak hal. Akhirnya, bisa juga kita ngobrol berdua. Ada banyak hal
yang ingin saya tanyakan. Dia juga ingin bercerita banyak pada saya.
"Aku gak bisa tidur." Dia memandang saya
dengan wajah memelas. Saya paham kondisinya saat ini. Kita melanjutkan ngobrol
sambil berbisik-bisik. Kita berbicara banyak hal, tentang masa lalu dan
impian-impian kita. Wajah sumringahnya terlihat jelas dalam keremangan lampu
taman.
"Kenapa kamu memilih dia?" Dia tersenyum
simpul lalu bangkit dari duduknya sambil meraih HP disaku bajunya. Ia masuk
dalam kamar berlahan dia membuka laci meja riasnya dan kembali ke taman lalu
menyerahkan selembar amplop pada saya. Saya menerima HP dari tangannya. Amplop
putih panjang dengan kop surat perusahaan tempat calon suaminya bekerja. Apaan
sih. Saya memandangnya tak mengerti. Eeh, dianya malah ngikik geli.
"Buka aja." Sebuah kertas saya tarik keluar.
Kertas polos ukuran A4, saya menebak warnanya pasti putih hehehe. Saya membaca
satu kalimat di atas dideretan paling atas.
"Beuuuhhh dah nih orang." Saya menggeleng-gelengkan kepala sambil menahan senyum. Sementara di Cuma ngikik melihat ekspresi saya. Saya memulai membacanya. Dan sampai saat inipun saya masih hapal dengan kata-katanya. Begini isi surat itu.
"Beuuuhhh dah nih orang." Saya menggeleng-gelengkan kepala sambil menahan senyum. Sementara di Cuma ngikik melihat ekspresi saya. Saya memulai membacanya. Dan sampai saat inipun saya masih hapal dengan kata-katanya. Begini isi surat itu.
Kepada Yth
Calon istri saya, calon ibu anak-anak saya, calon anak
Ibu saya dan calon kakak buat adik
adik saya
Ditempat
Assalamu'alaikum Wr Wb
Assalamu'alaikum Wr Wb
Mohon maaf kalau anda tidak berkenan. Tapi saya mohon
bacalah surat ini hingga akhir. Baru kemudian silahkan dibuang atau dibakar,
tapi saya mohon, bacalah dulu sampai selesai.
Saya, yang bernama...... menginginkan Anda...... untuk
menjadi istri saya. Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya manusia biasa. Saat ini
saya punya pekerjaan. Tapi saya tidak tahu apakah nanti saya akan tetap punya
pekerjaan. Tapi yang pasti saya akan berusaha punya penghasilan untuk mencukupi
kebutuhan istri dan anak-anakku kelak.Saya memang masih kontrak rumah. Dan saya
tidak tahu apakah nanti akan ngontrak selamannya. Yang pasti, saya akan selalu
berusaha agar istri dan anak-anak saya tidak kepanasan dan tidak kehujanan.
Saya hanyalah manusia biasa, yang punya banyak
kelemahan dan beberapa kelebihan. Saya menginginkan anda untuk mendampingi
saya. Untuk menutupi kelemahan saya dan mengendalikan kelebihan saya.
Saya hanya manusia biasa. Cinta saya juga biasa saja.
Oleh karena itu. Saya menginginkan anda mau membantu saya memupuk dan merawat
cinta ini, agar menjadi luar biasa. Saya tidak tahu apakah kita nanti dapat
bersama-sama sampai mati. Karena saya tidak tahu suratan jodoh saya.
Yang pasti saya akan berusaha sekuat tenaga menjadi
suami dan ayah yang baik. Kenapa saya memilih anda? Sampai saat ini saya tidak
tahu kenapa saya memilih anda. Saya sudah sholat istikharoh berkali-kali, dan
saya semakin mantap memilih anda. Yang saya tahu, Saya memilih anda karena
Allah. Dan yang pasti, saya menikah untuk menyempurnakan agama saya, juga
sunnah Rasulullah. Saya tidak berani menjanjikan apa-apa, saya hanya berusaha
sekuat mungkin menjadi lebih baik dari saat ini.
Saya mohon sholat istikharoh dulu sebelum memberi
jawaban pada saya. Saya kasih waktu minimal 1 minggu, maksimal 1 bulan. Semoga
Allah ridho dengan jalan yang kita tempuh ini. Amin.
Wassalamu'alaikum wr wb
Saya memandang surat itu lama. Berkali-kali saya
membacanya. Baru kali ini saya membaca surat 'lamaran' yang begitu indah.
Sederhana, jujur dan realistis. Tanpa janji-janji gombal dan kata yang
berbunga-bunga.
Surat cinta minimalis, saya menyebutnya. Saya menatap
sahabat disamping saya. Dia menatap saya dengan senyum tertahan.
"Kenapa kamu memilih dia."
"Karena dia manusia biasa."
Dia menjawab mantap. "Dia sadar bahwa dia manusia
biasa. Dia masih punya Allah yang mengatur hidupnya. Yang aku tahu dia akan
selalu berusaha tapi dia tidak menjanjikan apa-apa. Soalnya dia tidak tahu, apa
yang akan terjadi pada kita dikemudian hari. Entah kenapa, Itu justru
memberikan kenyamanan tersendiri buat aku."
"Maksudnya?"
"Dunia ini fana. Apa yang kita punya hari ini belum tentu besok masih ada. Iya kan? Paling gak. Aku tau bahwa dia gak bakal frustasi kalau suatu saat nanti kita jadi gembel. Hahaha."
"Dunia ini fana. Apa yang kita punya hari ini belum tentu besok masih ada. Iya kan? Paling gak. Aku tau bahwa dia gak bakal frustasi kalau suatu saat nanti kita jadi gembel. Hahaha."
"Ssttt." Saya membekap mulutnya. Kuatir ada
yang tau kalau kita ngobrol rahasia. Terdiam kita memasang telinga. Sunyi.
Suara jengkering terdengar nyaring diluar tembok. Kita saling berpandangan lalu
cekikikan sambil menutup mulut masing-masing.
"Udah tidur sana. Besok kamu kucel, ntar aku yang
dimarahin Mama."
Percakapan kita tadi masih terngiang terus ditelinga saya.
Percakapan kita tadi masih terngiang terus ditelinga saya.
"Gik..."
"Tidur. Dah malam."
Saya menjawab tanpa menoleh padanya. Saya ingin dia
tidur, agar dia terlihat cantik besok pagi. Kantuk saya hilang sudah, kayaknya
gak bakalan tidur semaleman nih.
* * *
Satu lagi pelajaran pernikahan saya peroleh hari itu.
Ketika manusia sadar dengan kemanusiannya. Sadar bahwa ada hal lain yang
mengatur segala kehidupannya. Begitupun dengan sebuah pernikahan. Suratan jodoh
sudah tergores sejak ruh ditiupkan dalam rahim. Tidak ada seorang pun yang tahu
bagaimana dan berapa lama pernikahannya kelak. Lalu menjadikan proses menuju
pernikahan bukanlah sebagai beban tapi sebuah 'proses usaha'.
Betapa indah bila proses menuju pernikahan mengabaikan
harta, tahta dan 'nama'. Embel embel predikat diri yang selama ini mereka
ditanggalkan. Ketika segala yang 'melekat' pada diri bukanlah dijadikan
pertimbangan yang utama. Pernikahan hanya dilandasi karena Allah semata.
Diniatkan untuk ibadah. Menyerahkan secara total pada Allah yang membuat
skenarionya. Maka semua menjadi indah.
Hanya
Allah yang mampu menggerakkan hati setiap umat-NYA. Hanya Allah yang mampu
memudahkan segala urusan. Hanya Allah yang mampu menyegerakan sebuah
pernikahan. Kita hanya bisa memohon keridhoan Allah. Meminta-NYA mengucurkan
barokah dalam sebuah pernikahan. Hanya Allah jua yang akan menjaga ketenangan
dan kemantapan untuk menikah. Lalu, bagaimana dengan cinta? Ibu saya pernah
bilang, Cinta itu proses. Proses dari ada, menjadi hadir, lalu tumbuh, kemudian
merawatnya. Agar cinta itu bisa bersemi dengan indah menaungi dua insan dalam
pernikahan yang suci. Witing tresno jalaran soko kulino, kalau diterjemahkan
secara bebas: "Cinta tumbuh karena terbiasa bersama." Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar